BATIK - Seorang pekerja sedang 'ngecap' pada sebuah kain mori |
KOTA - Harga beberapa bahan baku batik, dalam beberapa waktu terakhir ini kembali mengalami lonjakan. Antara lain terjadi gondorukem, 'BBM', hingga kain mori. Lonjakannya bervariasi, bahkan cenderung tajam. Jika ini terus terjadi, dikhawatirkan akan banyak pengrajin batik yang menghentikan produksinya.
Seperti yang disampaikan Sodikin HS, salah seorang pengrajin batik dari Kelurahan Pasirsari, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan. Pembatik yang juga menjadi Ketua Serikat Pengrajin Batik Pasirsari (Serbapass) Kota Pekalongan, ini menuturkan sebenarnya lonjakan harga bahan baku batik sudah terjadi sejak sekitar 1,5 hingga 2 bulan lalu.
Namun, dalam beberapa waktu terakhir ini, lonjakan harga cukup tajam sangat dirasakan para pembatik. Ia mencontohkan, untuk harga gondorukem, semula hanya Rp16 ribu per kilogram, kini harga ecerannya mencapai Rp 27ribu per kilogram. "Ini untuk harga gondorukem yang kualitas WW atau berkualitas baik," tuturnya, Selasa (12/11).
Lonjakan harga bahan baku batik lainnya terjadi untuk BBM (kerak sisa pengolahan minyak) dari Pertamina. Bahan baku yang oleh para pembatik biasa disebut dengan nama BBM ini, harganya kini mencapai Rp26 ribu per kilogram. "Harga BBM Pertamina ini sejak dua hari terakhir sudah mencapai Rp26 ribu per kilo. Padahal tadinya Rp15 ribu," ujarnya.
Untuk kain mori, Sodikin mengungkapkan lonjakan harganya bervariasi. Diantaranya kain mori batik jenis katun dengan kualitas prima. Dua bulan sebelumnya, harganya sekitar Rp 7.800 per yard. Sekarang naik menjadi Rp 8.400 per yard. Begitu juga untuk kain jenis primisima. "Kain primisima, kenaikannya rata-rata Rp 1.000 per yard. Misalnya, kain primisima Primatex, tadinya per yard Rp 10.500, sekarang sudah mencapai Rp 12.000 per yard," tuturnya.
Sedangkan harga kain sutra, diungkapkan harganya sudah semakin mahal. "Informasi terakhir, untuk sutra yang super, tadinya Rp47 ribu per yard. Sekarang harganya sudah mencapai Rp62 ribu," bebernya.
Sodikin menyatakan, dengan melonjaknya harga sejumlah bahan baku itu saja, belum lagi ditambah mahalnya berbagai bahan lainnya, maka akan semakin menyulitkan para pengrajin batik. Hal ini pernah terjadi sekitar dua tahun silam. Kala itu, lonjakan harganya sangat drastis. Harga gondorukem per kilogramnya mencapai Rp35 ribu. "Saat itu, produksi batik jadi goncang semua," ungkapnya.
Dikhawatirkan, jika tidak ada langkah pasti dari pemerintah untuk menstabilkan harga bahan baku batik, lonjakan harganya akan terus terjadi. Yang artinya, akan mengancam kelangsungan usaha dari banyak pengrajin batik. Mereka akan kelimpungan karena tidak bisa berproduksi akibat mahalnya harga bahan baku.
Bahkan, Sodikin berani memastikan, kalau harga gondorukem dalam beberapa waktu ke depan menembus angka Rp30 ribu per kilogram, akan banyak pengrajin batik yang berhenti berproduksi.
Saat ini saja, imbuh Sodikin, ada beberapa pengrajin batik di Kelurahan Pasirsari yang mengentikan produksinya untuk sementara waktu. Ia menyebut, dari sekitar 100 Industri Kecil Menengah (IKM) batik, sekitar 10 persen yang menghentikan sementara produksinya. "Mereka sudah nggak kuat karena mahalnya biaya produksi batik," ungkapnya. "Nggak tahu, sampai kapan lonjakan harga bahan baku akan terus terjadi," imbuhnya. (way)
Seperti yang disampaikan Sodikin HS, salah seorang pengrajin batik dari Kelurahan Pasirsari, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan. Pembatik yang juga menjadi Ketua Serikat Pengrajin Batik Pasirsari (Serbapass) Kota Pekalongan, ini menuturkan sebenarnya lonjakan harga bahan baku batik sudah terjadi sejak sekitar 1,5 hingga 2 bulan lalu.
Namun, dalam beberapa waktu terakhir ini, lonjakan harga cukup tajam sangat dirasakan para pembatik. Ia mencontohkan, untuk harga gondorukem, semula hanya Rp16 ribu per kilogram, kini harga ecerannya mencapai Rp 27ribu per kilogram. "Ini untuk harga gondorukem yang kualitas WW atau berkualitas baik," tuturnya, Selasa (12/11).
Lonjakan harga bahan baku batik lainnya terjadi untuk BBM (kerak sisa pengolahan minyak) dari Pertamina. Bahan baku yang oleh para pembatik biasa disebut dengan nama BBM ini, harganya kini mencapai Rp26 ribu per kilogram. "Harga BBM Pertamina ini sejak dua hari terakhir sudah mencapai Rp26 ribu per kilo. Padahal tadinya Rp15 ribu," ujarnya.
Untuk kain mori, Sodikin mengungkapkan lonjakan harganya bervariasi. Diantaranya kain mori batik jenis katun dengan kualitas prima. Dua bulan sebelumnya, harganya sekitar Rp 7.800 per yard. Sekarang naik menjadi Rp 8.400 per yard. Begitu juga untuk kain jenis primisima. "Kain primisima, kenaikannya rata-rata Rp 1.000 per yard. Misalnya, kain primisima Primatex, tadinya per yard Rp 10.500, sekarang sudah mencapai Rp 12.000 per yard," tuturnya.
Sedangkan harga kain sutra, diungkapkan harganya sudah semakin mahal. "Informasi terakhir, untuk sutra yang super, tadinya Rp47 ribu per yard. Sekarang harganya sudah mencapai Rp62 ribu," bebernya.
Sodikin menyatakan, dengan melonjaknya harga sejumlah bahan baku itu saja, belum lagi ditambah mahalnya berbagai bahan lainnya, maka akan semakin menyulitkan para pengrajin batik. Hal ini pernah terjadi sekitar dua tahun silam. Kala itu, lonjakan harganya sangat drastis. Harga gondorukem per kilogramnya mencapai Rp35 ribu. "Saat itu, produksi batik jadi goncang semua," ungkapnya.
Dikhawatirkan, jika tidak ada langkah pasti dari pemerintah untuk menstabilkan harga bahan baku batik, lonjakan harganya akan terus terjadi. Yang artinya, akan mengancam kelangsungan usaha dari banyak pengrajin batik. Mereka akan kelimpungan karena tidak bisa berproduksi akibat mahalnya harga bahan baku.
Bahkan, Sodikin berani memastikan, kalau harga gondorukem dalam beberapa waktu ke depan menembus angka Rp30 ribu per kilogram, akan banyak pengrajin batik yang berhenti berproduksi.
Saat ini saja, imbuh Sodikin, ada beberapa pengrajin batik di Kelurahan Pasirsari yang mengentikan produksinya untuk sementara waktu. Ia menyebut, dari sekitar 100 Industri Kecil Menengah (IKM) batik, sekitar 10 persen yang menghentikan sementara produksinya. "Mereka sudah nggak kuat karena mahalnya biaya produksi batik," ungkapnya. "Nggak tahu, sampai kapan lonjakan harga bahan baku akan terus terjadi," imbuhnya. (way)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar